Senin, 18 Maret 2013

MEKANISME HIPNOTERAPI PEDODONSIA


Pada saat proses hipnoterapi berlangsung, klien hanya diam. Duduk atau berbaring, yang sibuk justru terapisnya,  yang bertindak sebagai fasilitator. Akan tetapi, pada proses selanjutnya, klien  lah yang menghipnosis dirinya sendiri (Otohipnotis), berikut proses sebuah tahapan hipnoterapi :

1. Pre - Induction (Interview)
Pada tahap awal ini hipnoterapis dan klien untuk pertama kalinya bertemu. Setelah klien mengisi formulir mengenai data dirinya, hipnoterapis membuka percakapan untuk membangun kepercayaan klien, menghilangkan rasa takut terhadap hipnotis / hipnoterapi dan menjelaskan mengenai hipnoterapi dan menjawab semua pertanyaan klien. Sebelumnya hipnoterapis harus dapat mengenali aspek - aspek psikologis dari klien, antara lain hal yang diminati dan tidak diminati, apa yang diketahui klien terhadap hipnotis, dan seterusnya.
Pre - Induction dapat berupa percakapan ringan,  saling  berkenalan, serta hal - hal lain yang bersifat mendekatkan seorang hipnoterapis secara mental terhadap klien  (building rapport). Hipnoterapis juga akan membangun 6 pengharapan mental klien terhadap masalah yang dihadapinya  (building mental expectancy). Pre - Induction merupakan tahapan  yang sangat penting. Seringkali  kegagalan proses hipnoterapi diawali dari proses Pre - Induction yang tidak tepat.

2. Suggestibility Test
Maksud dari uji sugestibilitas adalah untuk menentukan apakah klien masuk ke dalam orang yang mudah  menerima sugesti atau tidak. Selain itu, uji sugestibilitas juga berfungsi sebagai pemanasan dan juga untuk menghilangkan rasa takut terhadap proses hipnoterapi, Uji sugestibilitas juga membantu hipnoterapis untuk menentukan  teknik induksi yang terbaik bagi sang klien.

3. Induction
Induksi adalah cara yang digunakan  oleh seorang hipnoterapis untuk membawa pikiran klien berpindah dari pikiran sadar (conscious) ke pikiran bawah sadar (sub conscious), dengan menembus apa yang dikenal dengan Critical Area.


Critical Area
Sebagian dari critical area berada di wilayah pikiran sadar dan sebagian lagi di pikiran bawah sadar. Critical area hanya menyimpan informasi yang masuk ke pikiran dalam waktu 24 jam terakhir. Setiap sugesti yang bersifat merugikan atau berbahaya bagi klien dan bertentangan dengan cara berpikir dan sistem kepercayaannya akan langsung ditolak. Penolakan ini ntampak jelas bahkan saat klien berada dalam kondisi trance.
            Critica area sebenarnya berfungsi sebagai antisugestive barrier  untuk melindungi pikiran bawah sadar dari pengaruh luar. Ada tiga jenis dari antisuggestive barrier  ini yaitu ; logis, emosional dan etis.
Saat tubuh rileks, pikiran juga menjadi rileks. maka frekuensi gelombang otak dari klien akan turun dari Beta, Alfa, kemudian Theta. Semakin turun  gelombang otak, klien akan semakin rileks, sehingga berada dalam kondisi trance. Inilah yang dinamakan dengan kondisi ter -hipnotis.

Hipnoterapis akan mengetahui kedalaman  trance klien dengan melakukan  Depth Level Test (tingkat kedalaman trance klien). 
Tabel Davis Husband Scale
4. Deepening (Pendalaman Trance)
Jika dianggap perlu, hipnoterapis akan membawa klien ke trance yang lebih dalam. Proses ini dinamakan deepening.

5. Suggestions / Sugesti
Selanjutnya hipnohipnoterapis akan memberikan sugesti - sugesti positif yang bersifat mengobati kepada klien. Sugesti - sugesti ini yang diharapkan akan tertanam di pikiran bawah sadar klien dan menghasilkan perubahan positif terhadap masalah klien.
Pada saat klien masih berada dalam trance, hipnoterapis juga akan memberi Post Hypnotic Suggestion, sugesti yang diberikan kepada klien pada saat proses hipnotis masih berlangsung dan diharapkan terekam terus oleh pikiran bawah sadar klien meskipun klien telah keluar dari proses hipnotis, sehingga pelaksanaannya dilakukan setelah klien bangun dari kondisi itu.  Post Hypnotic Suggestion adalah salah satu unsur  terpenting dalam proses hipnoterapi.  Post-hypnotic suggestion terbagi 2 yaitu:
1.      Non-therapeutic post-hypnotic suggestion (NTPHS)
NTPHS ini tidak mempunyai efek terapeutik dan tidak bermanfaat bagi pengembangan diri. Sering digunakan oleh stage hypnotist dalam pertunjukannya. Contohnya adalaha sugesti yang berbunyi, “saat bangun nanti, anda akan lupa nama anda”. Dan yang terjadi setelahnya adalah benar.

2.      Therapeutic post-hypnotic suggestion (TPHS)
Sugesti ini bersifat konstruktif terhadap proses terapi dan secara langsung berguna bagi kemajuan klien. Selain itu TPHS juga dapat membuat klien menjadi lebih mudah untuk masuk ke dalam kondisi trance pada sesi terpai selanjutnya. Contohnya: “setiap kali Anada menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, maka Anda akan merasakan kembali kedamaian dan ketenangan pikiran”.

6. Termination 
Akhirnya dengan teknik yang tepat, hipnoterapis secara perlahan - lahan akan membangunkan klien dari  "tidur" hipnotisnya dan membawanya ke keadaan yang sepenuhnya sadar.

Referensi
Gunawan, Adi. W. 2006. HypnotherapyThe Art of Subsconcious Restructing. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

PERANAN BUAH ANGGUR DALAM MENCEGAH KARIES


Abstract
            Caries is a hard tissues dissease of teeth caused by bacteria, especially Streptococcus mutans. Streptococcus mutans plays an important role in the development of caries, cause this bacteri will colonizes and forming plaques that finally evolved into caries if not prevented. Tooth brushing and fluoride are common preventive way. But this method is still not sufficient. Other preventive method can be done by anti-plaque agents, both chemical agents and the natural agents could be helpfull to inhibit the bacterial activity. The natural agents, such as grape with its content, biologically proved able to inhibit plaque-causing bacteria. Then, this papers will discuss about the role of the substance contain in grapes and its dairy in preventing caries.
Keywords : grape seed extract, wine, plaque, polifenol, tanin.

Pendahuluan
Salah satu aktor utama dari ekosistem oral adalah plak gigi yang berkembang secara alami pada jaringan keras dan lunak mulut. Biofilm ini memiliki kesatuan yang sangat kompleks yang masih relatif stabil dengan waktu meskipun perubahan lingkungan secara berkala.3
            Plak gigi adalah lapisan lembut yang terbentuk dari campuran antara makrofag, leukosit, enzim, komponen anorganik, matriks ekstraseluler, epitel rongga mulut yang mengalami deskuamasi, sisa-sisa makanan serta bakteri yang melekat di permukaan gigi.7
Bakteri yang berperan penting dalam pembentukan plak gigi adalah bakteri dari genus Streptococcus, yaitu bakteri Streptococcus mutans yang ditemukan dalam jumlah besar pada penderita karies.4 Bakteri Streptococcus mutans  memiliki enzim glikosiltransferase yang dapat mengubah sukrosa saliva menjadi polisakarida ekstraseluler (PSE) melalui proses glikosilasi. Polisakarida ekstraseluler ini akan membentuk suatu matriks di dalam plak dimana bakteri lain dapat melekat. Akumulasi dari bakteri-bakteri inilah yang jika dibiarkan lama kelamaan akan membentuk karies. Oleh karena itu pencegahan utama karies ini ditujukan untuk mengendalikan plak.
Berbagai pencegahan telah dilakukan untuk pembentukan plak. Cara yang paling sering dilakukan adalah menyikat gigi, selain itu pengaplikasian topikal fluor sebagai anjuran dari dokter gigi. Akan tetapi, cara ini masih kurang cukup. Untuk itu, kita perlu mengetahui bahan-bahan lain yang bisa digunakan dalam mencegah terbentuknya plak sehingga mendukung usaha dalam mencegah karies. Bahan-bahan ini bisa kita dapatkan dalam kehidupan kita sehari-hari, bahkan mulai dari makanan yang kita makan yang mengandung zat-zat penghambat aktivitas bakteri.
            Sebagai contoh adalah buah anggur yang sudah tidak asing lagi untuk kita. Buah anggur sangat mudah kita temukan di kehidupan kita sehari-hari, karena buah ini sangat banyak sekali dipasarkan di tiap daerah di Indonesia. Buah anggur ini dipasarkan dalam bentuk buah asli maupun dengan segala jenis olahannya
            Anggur (Vitis vinera) mengandung sejumlah senyawa biologis aktif dengan efek menguntungkan pada kesehatan manusia. Buah  anggur  (Vitis  vinifera) adalah  salah  satu  jenis  buah  yang mengandung  fitokimia golongan  polyphenol  seperti  resveratrol,  tannins, golongan flavonoids  (cathecin), proanthocyanidhin dan  asam  lemak  (oleanolic  acid,  oleanolic aldehid) yang  berfungsi  sebagai  penghambat  glukosilasi  pada  proses pembentukan plak sehingga buah anggur (Vitis vinifera) dapat sebagai alternatif antibakteri dalam pencegahan pembentukan karies.2,8
            Macam-macam olahan buah anggur yang juga telah diteliti dapat menghambat aktivitas bakteri dalam pembentukan plak adalah Wine dan Grape Marc. Wine adalah minuman hasil fermentasi dari buah anggur (Vitis vinera) yang pada akhirnya dapat menghasilkan berbagai macam jenis wine seperti Red Wine, White Wine, Rose Wine, Sparkling Wine, Fruit Wine, Fortified Wine dan lain-lain.8
            Red Wine itu sendiri merupakan hasil fermentasi dari buah anggur merah beserta kulitnya. Yang membedakannya dengan White Wine adalah pada White Wine yang di fermentasi hanya daging buahnya saja sehingga menghasilkan warna putih bening.

Red Wine


            Selain wine, ada juga yang dinamakan Grape Marc. Grape Marc adalah hasil olahan dari buah anggur, berupa sisa kulit dan biji anggur yang sudah di pressed sebelumnya dalam pembuatan Wine. Akan tetapi grape marc ini tidak dikonsumsi langsung oleh orang-orang , melainkan dijadikan sebagai bahan dasar dalam pembuatan makanan. Di Indonesia, grape marc ini dikenal dengan nama kismis.


Grape Marc




KANDUNGAN DALAM BUAH ANGGUR

Buah anggur segar dan hasil olahannya seperti wine dan kismis, selain bisa dikonsumsi sebagai pencuci mulut setelah makan atau sebagai buah penyegar, ternyata berkhasiat bagi kesehatan. Berikut ini kandungan gizi buah anggur dalam setiap 100 garam buah segar
Wiranta, Bernard T. Wahyu. 2008. Membuahkan anggur dalam Pot dan Pekarangan. Tangerang :Agromedia Pustaka

Anggur (Vitis vinera) mengandung sejumlah senyawa biologis aktif dengan efek menguntungkan pada kesehatan manusia. Buah  anggur  (Vitis  vinifera) adalah  salah  satu  jenis  buah  yang mengandung  fitokimia golongan  polyphenol  seperti  resveratrol,  tannins, golongan flavonoids  (cathecin), proanthocyanidhin dan  asam  lemak  (oleanolic  acid,  oleanolic aldehid) yang  berfungsi  sebagai  penghambat  glukosilasi  pada  proses pembentukan plak sehingga buah anggur (Vitis vinifera) dapat sebagai alternatif antibakteri dalam pencegahan pembentukan karies.2,8
Kulit anggur sering digunakan untuk membuat wine dan suplemen makanan. Pada penelitian yang dilakukan Toukarin Taashikatshu, membuktikan bahwa kulit anggur yang dibuat dalam minuman dapat menghambat pertumbuhan S.mutans. Kulit anggur yang dibuat menjadi minuman anggur (wine) dimurnikan sehingga terbukti memiliki kandungan polifenol.
Kulit anggur mengandung polifenol bioflavonoid (quercetin, catechin, flavonol dan anthocyanidin) dan non bioflavonoid (derivatif asam). Kulit anggur merah mengandung flavonoid yang tinggi1.

Peranan dalam pencegahan karies.

Streptokokus mutans  adalah salah satu bakteri khusus yang dilengkapi dengan beberapa reseptor yang dapat meningkatkan adhesi ke permukaan gigi.3 Sukrosa digunakan oleh S.mutans untuk menghasilkan polisakarida yang lengket, ekstraseluler dan berbasis dekstran yang memungkinkan bagi bakteri untuk menyatu dan kemudian membentuk plak.
Faktor virulensi terpenting adalah tingkat keasaman S.mutans. Berbeda dengan mikroorganisme oral lainnya, S.mutans tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi asam.  Dimana tingkat metabolismenya semakin meningkat ketika pH semakin menurun. Karena pergerakan sistem proton diguanakan dalam pengangkutan nutrisi, dinding sel S.mutans dimodulasi dengan ion hidrogen yang meningkat seiring dengan tingkat keasaman.3
Berdasarkan hasil penelitian, Ekstrak Biji Anggur memiliki dosis non-toksik yang tinggi, sehingga sangat aman untuk dikonsumsi. Selain itu, buah anggur juga memiliki efek terapeutik.
Tabel1 : The cytotoxicity test results of the evaluation of the non-toxic dose for each treatment.

Kandungan dalam buah anggur yang memiliki potensi terbesar dalam menghambat bakter adalah Epikatekin. Sehingga epikatekin merupakan faktor penghambat utama yang terkandung dalam buah anggur untuk mencegah karies


Dalam buah anggur terdapat kandungan zat polifenol. Sebuah penelitian dilakukan untuk meneliti efek antibakterial dari zat polifenol yang terkandung dalam buah anggur. Penelitian ini mengguanakan grape marc dan red wine sebagai bahan penelitian. Pengukuran antibakteri ini menggunakan indeks MIC (konsentrasi hambat minimum) dan MBC (konsentrasi bakterisidal minimum).3
Hasil penelitian menunjukkan bahwa grape marc dan wine  menunjukkan angka MIC dan MBC yang tinggi. Hal ini berarti bahwa kedua ekstrak anggur ini memiliki potensi untuk melawan bakteri kariogenik yang tinggi dengan kandungan polyphenolnya.


            Aktivitas antimikroba dari senyawa fenol yaitu pada konsentrasi rendah, fenol bekerja dengan merusak membran sitoplasma dan dapat menyebabkan kebocoran isi sel, sedangkan pada konsentrasi tinggi zat tersebut berkoagulasi dengan protein seluler. Aktivitas tersebut sangat efektif ketika bakteri berada dalam tahap pembelahan, dengan lapisan fosfolipid di sekeliling sel sedang dalam kondisi yang sangat tipis sehingga fenol dapat nerpenetrasi dengan mudah dan merusak isi sel dari bakteri tersebut.
            Selain itu, dari penelitian juga di dapatkan bahwa GME (grape marc extract) mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pembentukan biofilm oleh Streptococcus mutans1. Sehingga dapat menghambat terjadinya perlekatan dengan bakteri lainnya. Salah satu komponen penting dari plak gigi adalah glukan yang bersifat lengket yang nantinya akan menjadi tempat perlekatan bakteri-bakteri. Glukan ini disintesis dari sukrosa oleh glucosyltransferase (GTF). GTF ini merupakan faktor virulensi terpenting dalam pembentukan plak gigi. Grape marc memiliki kandungan tanin yang tinggi, karena itu dia mampu menghambat aktivitas enzimatik dari GTF ini.  Fungsi dari tanin itu sendiri adalah menghambat aktivitas glikolisis dan GTF sehingga menghambat pembentukan plak.5
Antibakteri  dalam Red wine dan White wine melawan Streptococcus mutans.


Seperti yang telah dijelaskan di atas, wine adalah olahan buah anggur yang telah difermentasikan. Perbedaan red wine dan white wine ini adalah pada bahan dasarnya. Pada red wine dibuat dengan memproses anggur merah atau anggur hitam. Hasil akhir proses bisa sangat bervariatif, tergantung cuaca, curah hujan, daerah, tanah, type anggur, dll. Sedangkan White wine dibuat dari tipe anggur yang kuning, keemasan, hijau, atau juga beberapa tipe anggur merah. Jika menggunakan anggur merah, kulitnya tidak digunakan, hanya sarinya yang tidak berwarna yang digunakan. Untuk tipe anggur lain: kuning, hijau, keemasan, kulit anggurnya bisa saja digunakan atau juga tidak, dalam proses produksinya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi wine moderat memiliki efek menguntungkan pada kesehatan manusia. Antioksidan dan sifat antiradikal, terutama anggur merah, yang dikarenakan oleh kandungan polifenol tinggi (1-3), baik untuk melindungi terhadap risiko penyakit jantung koroner dan kanker.5
Wine memiliki agen anti-mikrobial. Agen antimikroba alami yang terkandung di dalamnya efektif untuk melawan oral patogen yang memainkan peranan penting dalam mencegah karies. Agen anti mikroba itu adalah zat-zat yang terkandung dalam wine seperti fenol, flavonoid dan proantocyanidin.9
Flavonoid merupakan gabungan dari senyawa fenol sehingga memiliki mekanisme antibakteri yang hampir mirip dengan senyawa fenol. Bedanya, flavonoid ini bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa, juga dapat larut dalam pelarut polar seperti etanol, methanol, buthanol, aseton, air dan sebagainya1. Flavonoid menunjukkan sifat antimikroba, antiinflamasi, antikanker dan anti alergik. Flavonoid juga berfungsi sebagai antioksidan dalam menyingkirkan radikal bebas.2
             Baik wine merah dan putih terbukti dapat mengerahkan secara in vitro aktivitas antibakteri terhadap streptokokus oral, beberapa S. pyogenes dan menyebabkan efek postcontact terhadap S. mutans. Terlebih karena adanya kandungan asam Suksinat, malat, laktat, asam tartarat, sitrat, asetat yang semunya bersifat antibakteri.5
            Sebuah penelitian dilakukan dengan menghilangkan alkohol (dealkoholisasi) pada red dan white wine sebelum uji mikrobiologi untuk meniadakan campur tangan etanol pada pertumbuhan Streptococcus mutans. Penelitian menunjukkan bahwa kedua wine ini aktif dan perbedaan aktivitas antibakterinya bergantung pada jenis strain bakteri apa yang dilawan.
            Hasil penelitian menunjukkan Red wine memiliki aktivitas antibakteri yang lebih kuat dibanding White wine, walaupun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Ini dikarenakan Red wine mengikutsertakan kulit anggur dalam olahannya. Dimana kita tahu bahwa kulit anggur sangat kaya akan senyawa fenol yang bersifat antimikroba sehingga juga mencerminkan selang waktu dimana sel-sel meregenerasi molekul enzim aktif setelah pemisahan ikatan senyawa bioaktif wine yang di dealkoholisasi dari lokasi target pada red wine lebih cepat5.

KESIMPULAN
            Karies merupakan penyakit jaringan keras gigi yang prevalensi terjadinya cukup tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan. Pencegahan karies dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Salah satu cara alternatif adalah dengan mengonsumsi makanan yang mengandung zat antibakteri, seperti anggur. Anggur memiliki senyawa polifenol, flavonoid, proantosianidin dan senyawa lainnya yang sangat efektif dalam menghambat aktivitas Streptococcus mutans di dalam rongga mulut.














Referensi
1.      Acton, Ashton. 2011. Advance in Ethanol Reasearch and Aplication / 2011 Edition. Atlanta, Georgia : Scholarly Edition.
2.      Astawan, Made. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. Jakarta : Gramedia
3.      A. Furiga, A. Lonvaud-Funel dkk. 2007. In vitro anti-bacterial and anti-adherence effects of natural polyphenolic compounds on oral bacteria. Journal of Applied Microbiology ISSN 1364-5072
4.      Hala EL-Adawi. 2012. Inhibitory Effect of Grape Seed Extract (GSE) on Cariogenic Bacteria. Journal of Medical Plants Vol. 6(34).
5.      MARIA DAGLIA, ADELE PAPETTI, dkk. 2007. Antibacterial Activity of Red and White Wine against Oral Streptococci. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 55, 5038-5042
6.      S. Pavan, Q. Xie dkk. 2011. Biomimetic Approach for Root Caries Prevention Using a Proanthocyanidin-Rich Agent. Journal of Caries Research 2011;45:443–447
7.      Kidd, Edwina & Sally Joyston. 1992. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Jakarta : EGC.
8.      Wiranta, Bernard T. Wahyu. 2008. Membuahkan anggur dalam Pot dan Pekarangan. Tangerang :Agromedia Pustaka
9.      Whidia, Febrina Natarini. 2007. PERBANDINGAN EFEK ANTIBAKTERI JUS ANGGUR MERAH (Vitis vinifera) PADA BERBAGAI KONSENTRASI TERHADAP Streptococcus mutans. Semarang : Universitas Diponegoro

PENGARUH DEFISIENSI MAGNESIUM TERHADAP HIPOPLASIA ENAMEL


ABSTRACT
Enamel hypoplasia is defined as an incomplete or defective formation of the organic enamel matrix of teeth. Deficiency of nutrition, especially Magnesium deficiency is one of the factor that caused enamel hypoplasia. There are some deformation as the result of enamel hypoplasia, such as: discoloration, distortion, and atrofic changes. This paper will discuss about the use of magnesium for enamel and the effect of deficiency magnesium for enamel hypoplasia.
Keyword : Enamel hypoplasia, Magnesium deficiency, Enamel deformations.

PENDAHULUAN

Enamel dibentuk oleh sel yang disebut sebagai ameloblast, yang berasal dari lapisan embrio yang dikenal sebagai ektoderm. Enamel sebenarnya merupakan bagian gigi yang paling keras, terkuat, dan termineralisasi paling tinggi dari seluruh tubuh. Susunan enamel agak istimewa yaitu penuh dengan garam-garam kalsium. Enamel terbuat dari crystal hidroksi apatit antara lain ion carbonat, magnesium dan potassium yang berikatan dalam satu matriks yang kuat dari serat protein yang tidak dapat larut.1
Penyakit sistemik, defisiensi nutrisi, dan faktor lingkungan dapat menghasilkan cacat struktural dari enamel, yang tidak turun-temurun, tetapi masih dianggap berkembang2. Salah satu dari kelainan enamel ini adalah hipoplasia enamel.
Hipoplasia Enamel adalah suatu kondisi dalam mulut yang memperlihatkan adanya pembentukan enamel gigi yang tidak sempurna. Kondisi ini merupakan bentuk dari amelogenesis imperfekta dan seringkali ditunjukkan dengan perubahan dalam matriks organik enamel yang dapat menyebabkan bintik-bintik putih, penyempitan garis pit & groove sehingga secara klinis terlihat pada suatu bagian dari gigi tidak terbentuk enamel dan kadang-kadang sama sekali tidak terbentuk enamel serta perubahan warna menjadi kuning, kemerahan atau coklat pada gigi3
Makalah ini akan membahas salah satu penyebab dari hipoplasia enamel yaitu defisiensi nutrisi atau lebih spesifiknya defisiensi magnesium.

HIPOPLASIA ENAMEL
            Hipoplasia enamel adalah salah satu bentuk dari amelogenesis imperfekta. Amelogenesis imperfekta adalah kelainan cacat herediter pada enamel yang tidak berhubungan dengan kelainan cacat umumnya. Cacat ini merupakan gangguan pada lapisan ektodermal sedangkan lapisan mesodermalnya normal. Klasifikasi amelogenesis imperfekta menurut Winter dan Brook (1969) dibagi atas 3 tipe besar yaitu hipoplasia enamel, hipomaturasi dan hipokalsiflkasi dan kemudian dibagi 11 tipe kecil. Gambaran klinis tipe hipoplasia enamel adalah tipis berlubang, beralur dan bila menyeluruh mempunyai struktur tidak sempurna, tipe hipomineralisasi ketebalan normal dan permukaan halus. Sedangkan tipe hipokalslfikasi enamel terlihal normal tetapi lebih lunak dan abrasi mudah terjadi. Tujuan perawatan amelogenesis imperfekta adalah unluk menghilangkan rasa sakit, estetis, dan efisiensi pengunyahan sehingga dapat menjaga ataupun mengoreksi lengkung gigi dan hubungan vertikal yang normal.
Hipoplasia enamel merupakan gangguan pada masa pembentukan matriks organik yang menyebabkan gangguan struktur pada enamel sehingga secara klinis terlihat pada suatu bagian dari gigi tidak terbentuk enamel dan kadang-kadang sama sekali tidak terbentuk enamel, serta diikuti dengan perubahan warna pada gigi. Gambaran histopatologis hipoplasia enamel adalah adanya perubahan pada ketebalan enamel, prisma enamel, lamella enamel, garis Retzius, enamel tuft, enamel spindle serta daerah interglobularis pada dentin yang bertambah dibandingkan dengan keadaan normal


http://htmlimg3.scribdassets.com/8xzq9f4zkplhsz/images/2-d3fa6bf9a4.jpg 
Ket: a.garis retzius, b.enamel tuft, c.enamel lamellae, d.dentino enamel junction
            Hipoplasia enamel mengakibatkan perubahan warna pada gigi. Warna gigi dasar diubah oleh adanya cacat yang sangat mempengaruhi transmisi cahaya melalui dentin dan enamel. Mekanisme lain yang menyebabkan perubahan warna gigi adalah penetrasi noda ekstrinsik ke dalam enamel karena porositas enamel meningkat, atau karena adanya cacat enamel. Warna yang ditimbulkan biasanya menjadi kuning kemerahan atau coklat.
http://img.tfd.com/mosby/thumbs/500105-fx16.jpg
            Secara klinis tampak gambaran yang sangat bervariasi. Gigi dapat tampak cekung berwarna coklat karena tidak terbentuk email. Hipoplasia dapat pula tampak sebagai ceruk kecil, barisan lekukan horizontal atau ceruk, atau tampak sederhana sebagai hilangnya lapisan email. Ditandai dengan ketebalan yang berkurang, menghasilkan bercak putih, groove sempit dan tipis, depresi dan fisura pada permukaan enamel5.
Enamel hypoplasia

            Hipoplasia enamel didefinisikan sebagai sebuah formasi tidak lengkap dari matriks organik enamel gigi. Ada dua tipe hipoplasia enamel yaitu:
1.      Tipe Herediter
2.      Tipe karena faktor lingkungan
Perbedaan dari kedua tipe ini adalah, pada Tipe Herediter, gigi susu dan gigi permanen sama-sama berisiko. Sedangkan pada Tipe faktor lingkungan, hanya salah satu gigi yang terkena (single tooth) tidak keduanya6.
Hipoplasia terjadi selama proses perkembangan gigi-geligi, atau lebih spesifik lagi pada tahap formatif perkembangan enamel. Jika enamel telah terkalsifikasi, tidak ada defek yang terjadi. Oleh karena itu, dengan mengetahui kronologi perkembangan gigi desidui dan gigi permanen, memudahkan untuk menentukan lokasi defek (kerusakan) pada gigi6.
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menentukan enamel hipoplasia environmental. Faktor-faktor tersebut adalah:
1.      Defisiensi nutrisi
2.      Penyakit eksantema
3.      Sifilis kongenital
4.      Kelahiran prematur
5.      Trauma infeksi lokal6

FUNGSI MAGNESIUM
            Enamel terbuat dari crystal hidroksi apatit antara lain ion carbonat, magnesium dan potassium yang berikatan dalam satu matriks yang kuat dari serat protein yang tidak dapat larut(dafpus nmor2). Komponen mineral enamel normaldalam jumlah besar yaitu Ca, P, CO2, Na, Mg, Cl dan K. Sedangkan dalam jumlah kecil yaitu Fe, F, Zn, Sr, Cu, Mn, Ag. Khusus untuk magnesium (Mg), memiliki fungsi penting untuk gigi7.
Kurang lebih 60% dari 20-28 mg magnesium di dalam tubuh terdapat di dalam tulang dan gigi, 26% di dalam otot, dan selebihnya di dalam jaringan lunak lainnya serta cairan tubuh. Konsentrasi magnesium rata-rata di dalam plasma sebanyak 0,75-1 mmol /L (1,5-2,1mPq/L).
Magnesium membantu mengatur kadar kalium dan natrium dalam tubuh, yang terlibat dalam pengendalian tekanan darah. Magnesium berperan penting dalam pemeliharaan jaringan gigi, tulang dan otot, mengatur suhu tubuh, produksi dan transportasi energi, metabolisme lemak, protein dan karbohidrat, kontraksi dan relaksasi otot. Magnesium berfungsi untuk mencegah karies dengan cara mempertahankan kalsium di dalam enamel gigi7.
Selama bertahun-tahun diyakini bahwa asupan tinggi kalsium dan fosfor menghambat pembusukan dengan memperkuat enamel. Bukti terbaru, menunjukkan bahwa peningkatan kedua unsur ini tidak berguna kecuali kita meningkatkan asupan magnesium pada waktu yang sama. Sehingga, susu yang kurang kandungan magnesiumnya tetapi kandungan kalsium dan fosfornya tinggi dapat mengganggu metabolisme magnesium dalam mencegah pembusukan.
PENGARUH DEFISIENSI MAGNESIUM TERHADAP RESIKO TERJADINYA HIPOPLASIA ENAMEL
Malnutrisi dapat menyebabkan enamel hipoplasia sebagai akibat dari kurangnya bahan yang dibutuhkan oleh sel untuk menghasilkan matriks enamel. Tanpa matriks organik, proses kalsifikasi pada enamel tidak dapat terjadi., sehingga terjadilah defek (kerusakan) pada enamel2.
Pada manusia, kekurangan magnesium terang-terangan jarang terjadi. Pada hewan percobaan, diet defisiensi magnesium menyebabkan gangguan pada sistem neuromuskuler dan pembuluh darah serta perubahan dalam hati, gigi dan ginjal. Efek dari diet defisiensi magnesium pada gigi dan struktur pendukungnya telah benar-benar dijelaskan oleh Becks dan Furuta dan oleh Klein. Diet yang mengandung hanya 13 ppm magnesium menyebabkan ameloblast dari sisi labial dekat apeks gigi incisor yang sedang bertumbuh pada tikus menunjukkan berbagai tahap degenerasi lokal dengan pembentukan selanjutnya dari enamel hipoplasia. Daerah hipoplasia meningkat dalam ukuran dan jumlah dengan durasi percobaan, meskipun perubahan yang dicatat pada semua hewan setelah 41 hari.
Jadi untuk mengetahui pengaruh defisiensi magnesium pada enamel gigi, maka dilakukan penelitian pada gigi tikus oleh Rowett Research Istitute, Amberden oleh Klein. Tidak ada perubahan yang terjadi pada struktur enamel gigi sampai hari ke-4 dari diet defisiensi Mg4
Setelah 6 hari pada diet, organ enamel menunjukkan granula kapur (calcerous) besar tertanam dalam substansi pada akhir basis (gambar 1). Sebagai efek defisiensi granula tersebut berkembang menjadi butiran yang lebih banyak, sehingga menyebabkan distorsi pada organ enamel (gambar 2)4.
        
Gambar 1                                Gambar 2
Pada hari ke 23 keseluruhan organ enamel menunjukkan perubahan atrofik, di bagian proksimal empat lapisan yang normal tidak bisa lagi dibedakan dan hanya ameloblast dan papila ephitelial tetap. Bagian dari organ enamel ini memang sedikit berbeda strukturnya dari zona intermediate. Baik  epitelium dan papilae, keduanya mengalami regresi atau mengalami kemunduran dalam ukuran. Pada bagian distal dari ameloblas, digantikan dengan epitel kubus yang rendah dan papila epitel yang menyusut tampak di belakang jaringan fibrosa. Jumlah enamel organik yang tampak, sangat berkurang. Pada tikus dewasa, organ enamel hanya kelihatan di bagian proximal, dan pada tahap ini organ enamel tersebut sangat menyusut dan terdistorsi oleh kalsifikasi adventif. Pada zona intermediate, ameloblas yang diwakili oleh lapisan sel kuboid dan di bagian distal telah menjadi benar-benar rata. Papila epitel menyusut di banyak tempat dan lenyap sama sekali, nyaris tidak ada enamel organik4.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah akan menimbulkan efek yang sama pada manusia juga? Dan jawabannya adalah iya. Ada penelitian yang menyebutkan bahwa efek yang sama bisa juga tejadi pada manusia yaitu Medical Reaserch April 29, 1961, Issue of Nature, London. Penemuan itu tidak disengaja, seperti yang sering terjadi dalam penelitian medis. Sebuah fosfat alkali diberikan kepada sekelompok 200 pasien, mulai dari lima hingga 56 tahun. Selama periode tiga tahun, dan sudah diketahui sebagai efek samping yang berpengaruh pada enamel permukaan gigi.

KESIMPULAN
Hipoplasia enamel merupakan salah satu dari bentuk kelainan enamel. Penyebab hipoplasia enamel salah satunya adalah karena defisiensi magnesium. Pada enamel akan mengalami gangguan pembentukan matriks organik enamel, sehingga pada gigi kelihatan berwarna coklat karena enamelnya menipis atau bahkan tidak ada. Selain itu terdapat juga groove yang kecil. 
.




DAFTAR PUSTAKA
1.      A. Boyde. Microstructure of Enamel. Department of anatomy & Developmental Biology, University College, London. 18-31. 2007
2.      Delong, Lesly & Nancy W Buckhart. 2009. GENERAL AND ORAL PATHOLOGY. United States : Library of Congress Cataloging.
3.      Dr. Priti Shah, Dr. Monia shakh, Dr. Kevi parikin, Dr. Faiyaz kan. ENAMEL HYPOPLASIA : THE MULTIDISCIPLINARY APPROACH- 3 CASE REPORT. DENTAL MAGAZINE – JOURNAL. 2011
4.      J. T. IRVING. THE INFLUENCE OF DIETS LOW IN MAGNESIUM UPON THE HISLOGICAL APPEARANCE OF THE INCISOR TOOTH OF THE RAT. 2008. The Journal of Physiology. Vol. 99 No.1
5.      Josue Martos, Andrea Gewehr, Emanuele Pam. Aesthetic approach for anterior teeth with enamel hypoplasia. Contemporary Clinical Dentistry. Vol.3. 2012
6.      Rajendran & Sivapathasundharam. 2009. Shafer’s Textbook of Oral Pathology ed. 9th. India : Elsevier
7.      R.A. Terpstra & F.C.M. Driessens. Magnesium in Tooth Enamel and Synthetic Apatites. Institute of Dental Material Science, Catholic University Nijmegen, Netherlands. 2010