Kamis, 27 Oktober 2011

RIWAYAT SANTA REGINA (nama ku)


Pada tahun 235 lahirlah di kota Alise Perancis, seorang anak perempuan, Regina namanya. Ibunya meninggal tidak lama setelah Regina lahir. Regina rupanya kurang sehat. Ayahnya seorang hakim yang tersohor, mencari jalan untuk menyelamatkan anaknya.
“Di desa saya tinggal seorang wanita yang mampu lagi peramah serta sehat, tuan, mungkin dia mau....”
“O, sungguh kabar baik itu,” ujar hakim itu dengan gembira memutuskan kalimat pelayannya.
Beberapa hari kemudian berangkatlah dia ke rumah wanita itu yang bernama Natalie yang mempunyai perusahaan ternak.
Natalie yang pengiba dan penyayang menerima permintaan hakim itu dengan sepenuh hatinya. Maka sebulan kemudian Regina pindah ke rumah yang luas di desa yang berhawa sejuk, di pegunungan. Dan bertambah hari, Regina bertambah besar dan sehat.
Sayang jarang sekali hakim itu mengunjungi anaknya. Hingga pada akhirnya Regina tak kenal lagi akan ayahnya. Sebaliknya, hubungan Regina dengan ibu Natalie semakin erat lagi dan mesra. Natalie sungguh-sungguh mencintai anak pungutnya, seperti mencintai anak tunggalnya sendiri.
Pada suatu hari ada seorang lagi yang datang ke perusahaan ternak itu. Kini seorang imam Katolik yang sedang mengembara dari desa ke desa akan memperkenalkan penghuni desa itu dengan Kristus. Ibu Natalie menyambut kedatangan imam itu dengan penuh hormat. Disajikannya makanan yang lezat-lezat dan diperilahkannya bermalam dalam sebuah bangsal di pekarangannya yang luas itu.
“Jika sekiranya saya juga diperbolehkan mengajar pegawai perusahaan ini, maka kuterima ajakan ibu,” sahut imam.
“Tentu saja, Bapa,” seru Natalie.
“Akan saya bantu juga agar banyak orang desa turut hadir mendengarkan ajaran Bapa.”
Berkat bantuan ibu Natalie yang giat itu, pada akhir tahun, hampir seisi desa menyiapkan dirinya untuk menerima Sakramen Permandian Suci.
Tapi bagaimana dengan Regina? Ibu Natalie menimbang baik buruknya. Ayahnya pasti tak akan setuju. Tetapi apa boleh buat, Regina dalam pimpinannya. Bukankah jiwa lebih berharga daripada badan? Apa gunanya kesehatan badan bila jiwa terlantar?
Ibu Natalie mengambil keputusan tegas, Regina akan dipermandikan juga bersama dia. Begitulah Regina kecil terlepas dari kedunguan anggapan sesat.... Dan sekarang sesuatu yang tak disangka-sangka muncul dengan tiba-tiba dan mengubah ketenteraman itu.
Sang surya yang baru saja mulai menaiki gelanggangnya, menjanjikan hari terang. Seisi desa yang baru saja pulang dari Misa Kudus mulai bekerja di ladang dan di rumah. Dalam pekarangan ibu Natalie pun mulai ramai oleh suara ternak. Ayam berkeok-keokan, berebut-rebutan mencocok makanan yang berserakan di tanah.
Di antaranya berdiri seorang gadis kecil berumur 8 tahun. Agaknya geli melihat ayam-ayam yang rakus itu. Sebentar-sebentar, senyum manis bermain di bibirnya. Dari sela-sela daun-daun memancar sinar matahari pagi yang menyegarkan ke atas tubuh Regina yang ramping. Rambutnya yang ikal terurai di atas punggungnya.
“Ibu, si Hitam besar ini amat rakus, bu!” seru Regina.
“Ya,  memang, perhatikan saja supaya yang lain pun dapat makan,” sahut Natalie.
Ketika itu terdengar bunyi pintu gerbang yang dibuka orang. Natalie menoleh dan tampaklah olehnya sebuah kereta terhenti di muka pintu. Seorang tuan telah memasuki pekarangannya.
“Hai, tuan Hakim, selamat datang!” seru ibu Natalie seraya mendapatkan tamunya.
“Salam dan hormatku, bu,” sahut tuan tadi.
Tapi matanya melayang ke arah gadis di bawah pohon itu.
“Alangkah manisnya anak itu, seperti gambar! Itukah anakku?”
“Ya, itu Regina,” ujar Natalie dengan bangga.
Beberapa saat kemudian, Regina telah duduk di atas pangkuan ayahnya. Sedang ibu Natalie sibuk menyediakan hidangan yang layak bagi tamu agung itu.
“Saya membawa kabar baru, bu,” demikian hakim membuka percakapannya.
“O ya, apakah gerangan kabar itu?”
“Kota Alise akan berpesta, dengan mengadakan perarakan yang luar biasa ramainya. Semua puteri dari warga terkemuka akan ikut serta. Maka saya ingin supaya Regina pun tidak ketinggalan. Lagipula anak itu sudah besar dan cukup sehat. Tibalah waktunya dia harus belajar. Maka silahkan ibu menyediakan apa yang perlu, supaya Regina dapat ikut nanti.”
Ibu Natalie memucat.
“Ah Regina dijemput,” keluhnya.
Senja itu, ketika sang surya terbenam di balik bukit-bukit yang kini menyuram berwarna lembayung, ibu Natalie pun bermuram durja karena kehilangan mustika hatinya. Suasana sekeliling rumah ibu Natalie kelihatan sepi. Seakan-akan alam pun turut berdukacita dengan kepergian Regina ke kota.
Kota Alise sedang hanyut dalam kenikmatan pesta. Jalan-jalan raya yang serupa lautan bendera penuh sesak dengan orang. Mereka menantikan perarakan istimewa itu
Di muka sekali, tampak Regina berseri-seri. Tidak heran ayahnya berbesar hati menyaksikan Regina yang mendapat hadiah pertama.
Namun beberapa hari kemudian, ada upacara lain yang menggaduhkan penghuni kota itu, yaitu persembahan kepada dewa dewi yang dianggap pelindungnya. Regina pun diajak ayahnya akan menyembah berhala dewa itu.
Tetapi Regina menggelengkan kepalanya sambil berkata, “Tidak boleh ayah, meski bagaimana pun juga, aku tidak mau. Aku hanya menyembah Kristus.”
Mendengar kata-kata anaknya, hakim itu tak dapat menahan amarahnya.
Dengan suaranya yang parau, dihardiknya anak itu, “Sungguh engkau telah gila agaknya!”
Ketika itu hilang lenyap kasih sayangnya pada anaknya dan keluarlah dari mulutnya ucapan-ucapan yang pedas dan menyakitkan. Tiba-tiba diusirnya anak itu. Regina tidak berpikir panjang. Secepat kilat ia melangkahkan kakinya menuju rumah ibu Natalie.
Pucat keletihan Regina merobohkan dirinya ke dalam pelukan ibu Natalie. Kemudian sepatah demi sepatah disela oleh sedunya, diceriterakannya nasibnya yang malang itu. Mula-mula ibu Natalie terkejut, lalu iba, kemudian bergembira karena keberanian anak pungutnya.
“Kau terlepas dari bahaya yang mengancam ketenteraman sukmamu nak,” jawabnya sambil mengusap-usap kepala Regina.
“Namun kita harus mencari akal, karena tak dapat dihindarkan, ayahmu akan menuntutmu kembali. Baik jika kau diam di rumah paman saja.”
Maka, keesokan harinya setelah Regina beristirahat, berangkatlah mereka ke rumah kakak ibu Natalie, yang letaknya lebih jauh di pegunungan. Di sana Regina menggembalakan domba-domba petani yang baik hati itu. Pekerjaan itu sangat disukainya. Regina kerap kali menuju ke tempat yang tersembunyi agar dapat berdoa sepuas-puasnya. Dengan demikian, Regina hidup semurni malaikat hingga tiba waktunya diuji oleh Tuhan.
Sekali peristiwa, waktu Regina berumur 15 tahun, datanglah seorang saudagar di daerah itu. Petang itu Regina baru pulang bersama dengan domba-dombanya. Di tengah jalan Regina bertemu dengan saudagar tersebut. Terharu hati saudagar itu melihat anak petani cantik itu.
Lalu dia bertanya, “Siapakah gadis itu?”
“Anak pungut petani yang tinggal di pangkal jalan ini, tuan, tapi asalnya dari kota Alise.”
“Dari kota Alise?” seru saudagar keheranan.
“Ya, karena diusir oleh ayahnya,” begitu kata orang.
“O, ooo!” jawab saudagar.
Rupanya ia mengerti.
Kembali di kota Alise, saudagar itu singgah ke rumah walikota dan menceritakan siapa yang dijumpainya.
“Sungguh cantik gadis itu, lagipula tingkah lakunya sopan.”
Tuan walikota seperti tidak mengindahkan hal itu, tapi sebenarnya amat berharga baginya. Telah lama ia menginginkan kekayaan hakim itu. Jika sekiranya Regina mau menjadi istrinya.....
Keesokan harinya telah diutusnya seorang pesuruh lengkap berkereta akan menjemput Regina. Karena pada sangkanya hal itu adalah kehendak ayahnya, maka tak patut ditolaknya. Regina ikut juga. Betapa kecut hatinya melihat tuan walikota yang loba itu.
“Jika kau sudai menjadi istriku, niscaya ayahmu tak akan marah lagi kepadamu!” kata walikota itu kepadanya.
Regina tersenyum, tangannya berlaku seperti menolak.
“Saya telah terikat pada Yesus Kristus yang tak layak kutinggalkan.”
Tuan walikota tidak putus asa. Dicobanya menarik perhatian Regina dengan perkataan yang lemah lembut. Tapi sia-sia belaka. Kemudian, karena melihat bujukannya tak berhasil, timbul amarahnya. Regina diantarkannya kepada ayahnya yang masih menaruh dendam.
“Adili Regina bila tak mau tunduk,” titahnya.
Mata hakim bersinar-sinar melihat anaknya, dan dari mulutnya keluar kata-kata pedih yang menyakiti telinga Regina. Memang hakim itu lupa akan dirinya. Maka dipaksanya Regina menyembah berhala kepada dewa.
Namun gadis itu tetap menolak, meski secara lemah lembut. Regina insyaf, bahwa ayahnya bertindak demikian karena putus asa, malu dan tidak mengerti akan dirinya. Hakim yang tak beriman, tidak sabar lagi. Regina ditutupnya dalam sebuah sangkar besi yang dirantai ke dinding bilik penjara.
Tiga hari tiga malam, Regina meringkuk dalam sangkar besi itu tidak dapat berdiri tegak atau berbaring dengan merentangkan kakinya. Makanan dan minuman hanya roti kering dan air.
Tapi Tuhan seakan-akan memancarkan Cahaya Ilahi ke dalam penjara yang gelap itu, sehingga sebentar saja rasanya waktu yang lama itu. Ketika Regina diperbolehkan keluar akan menghadap sekali lagi, rupa Regina bertambah cantik, keindahan jiwanya yang murni itu memancar ke luar.
Sejurus ayahnya terharu. Regina dibujuknya agar mau tunduk. Ya, diberinya harapan bahwa dia akan bebas, akan diperbolehkan memenuhi hukum-hukum agamanya, asal saja dia mau bersuamikan walikota tersebut.
Mata Regina memandang kepada ayahnya, membayangkan kasih sayang. Bibirnya bergerak-gerak seperti masih enggan mengucapkan isi hatinya.
Lalu perlahan-lahan digelengkannya kepalanya sambil berkata, “Ampun ayah, sungguh saya tak sanggup. Lebih baik saya mati daripada bersuamikan seseorang yang tidak percaya akan Kristus.”
Ayahnya sangat berang karena merasa dihina dan memutuskan hukumannya.
“Pukullah gadis itu! Kemudian bawa kembali ke penjara! Di sana dia boleh mati kelaparan.”
Seketika sunyi senyap, Regina tetap tenang.
Kemudian rakyat yang mulai kasihan kepada Regina mulai berteriak, “Tunduklah nak! Ingat, kau masih muda, se.....!”
Regina menoleh ke arah rakyat itu. Dan mereka langsung diam.
Regina tersenyum sambil menjawab, “Sayang, kalian tidak mengerti maksud perbuatanku ini.”
Terhuyung-huyung kesakitan, Regina diseret-seret kembali ke penjara. Tatkala pintu tertutup, dicobanya berlutut dan berdoa.
“Oh Tuhan,” bisik Regina.
“Biarlah hamba meninggalkan dunia yang fana ini! Biarlah hamba.....”
Mata Regina terbeliak, tiba-tiba tempat yang gelap itu terliputi cahay terang cuaca. Tampak olehnya sebuah salib dan di atas salib itu hinggap seekor burung dara putih bersih serta gilang gemilang.
Suara nyaring lagi merdu terdengar, “Salam Regina! Telah tersedia bagimua pahala kekal dalam surga abadi. Kau akan bersatu dengan penghuninya dalam damai yang tak terbatas.”
Kegirangan yang luar biasa, meresap dalam kalbu Regina. Dan tiba-tiba juga, luka-luka di tubuhnya sembuh sama sekali.
Keesokan harinya, sekali lagi, Regina dipanggil menghadap hakim. Betapa herannya mereka sekalian melihat gadis itu sembuh, berkulit bersih dan cantik luar biasa.
“Ah, Regina, sungguh engkau anak kesayangan para dewa-dewa kita yang telah menyembuhkan badanmu pula. Maka patutlah bila kau bersyukur kepadanya dan menyebarkan kemenyan beberapa butir ke dalam perapiannya.”
Regina memalingkan mukanya seraya menjawab, “Bukan mereka yang tiada berwujud menyembuhkan, tetapi Tuhan. Maka relalah saya mengurbankan nyawaku untuk Dia!”
Akibatnya sekali lagi Regina didera dihadapan umum. Sambil berdoa disambutnya pukulan itu dengan sabar, seolah-olah tidak dirasakannya.
Ketika itu suara ajaib bergema pula, “Marilah, Regina, terimalah mahkotamu!”
Rakyat mulai gelisah, mulai memihak. Sebab itu pembesar mengambil keputusan. Regina dipenggal....! Akan tetapi, darahnya menyuburkan benih kepercayaan yang ditebarkannya ke dalam hati para hadirin. Mereka ingin mengetahui ajaran agama Regina.
Semua ini terjadi dalam pemerintahan Kaisa Decius. Tempat di mana Regina mencapai daun nipah, lambang kemenangan kekal yang kini terkenal sebagai “Sainte Reine” (Santa Regina), yaitu sebuah dusun di daerah Autun. Pada tahun 864, jenazah Santa Regina dipindahkan ke gereja pertapaan Flavigny. Namun biara Flavigny lebih terkenal sebagai, “Penjara Santa Regina”. Pesta martir muda ini dirayakan pada tanggal 7 September.

Rabu, 26 Oktober 2011

HAKIKAT PANCASILA

Hakikat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Setiap bangsa di dunia yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup. Dengan pandangan hidup inilah suatu bangsa akan memandang persoalan yang dihadapinya sehingga dapat memecahkannya secara tepat. Tanpa memiliki pandangan hidup, suatu bangsa akan merasa terombang – ambing dalam menghadapi persoalan yang timbul, baik persoalan masyarakatnya sendiri maupun persoalan dunia.

Hakikat Pancasila Sebagai Dasar Negara
Setiap negara di dunia ini mempunyai dasar negara yang dijadikan landasan dalam menyelenggarakan pemerintah negara. Seperti Indonesia, Pancasila dijadikan sebagai dasar negara atau ideologi negara untuk mengatur penyelenggaraan negara. Hal tersebut sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945 alenia ke-4 yang berbunyi :
“Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada........dst”.
Dengan demikian kedudukan pancasila sebagai dasar negara termaktub secara yuridis konstitusional dalam pembukaan UUD 1945, yang merupakan cita – cita hukum dan norma hukum yang menguasai hukum dasar negara RI dan dituangkan dalam pasal – pasal UUD 1945 dan diatur dalam peraturan perundangan.
Selain bersifat yuridis konstitusional, pancasila juga bersifat yuridis ketata negaraan yang artinya pancasila sebagai dasar negara, pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum. Artinya segala peraturan perundangan secara material harus berdasar dan bersumber pada pancasila. Apabila ada peraturan (termasuk di dalamnya UUD 1945) yang bertentangan dengan nilai – nilai luhur pancasila, maka sudah sepatutnya peraturan tersebut dicabut.
Berdasarkan uaraian tersebut pancasila sebagai dasar negara mempunyai sifat imperatif atau memaksa, artinya mengikat dan memaksa setiap warga negara untuk tunduk kepada pancasila dan bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran harus ditindak sesuai hukum yang berlaku di Indonesia serta bagi pelanggar dikenakan sanksi – sanksi hukum.
Nilai – nilai luhur yang terkandung dalam pancasila memiliki sifat obyektif – subyektif. Sifat subyektif maksudnya pancasila merupakan hasil perenungan dan pemikiran bangsa Indonesia, sedangkan bersifat obyektif artinya nilai pancasila sesuai dengan kenyataan dan bersifat universal yang diterima oleh bangsa – bangsa beradab. Oleh karena memiliki nilai obyektif – universal dan diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia maka pancasila selalu dipertahankan sebagai dasar negara.
Jadi berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pancasila sebagai dasar negara memiliki peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga cita – cita para pendiri bangsa Indonesi dapat terwujud.
 
Hakikat Pancasila sebagai Jiwa bangsa
pancasila itu sendiri terbentuk karena kebiasaan hidup masyarakat Indonesia itu sendiri. Artinya, nilai-nilai pancasila itu sendiri sudah ada sebelumnya didalam diri masayarakat Indonesia.

Selasa, 25 Oktober 2011

unik.unik.unik :)

Meski Berasa Aneh,4 Pasta Gigi Ini Efektif Di Gunakan
Banyak orang menggunakan pasta gigi dengan berbagai rasa untuk menyegarkan mulut dan memutihkan gigi,namun pasta gigi tersebut kurang efektif untuk menyingkirkan kuman-kuman yang menempel pada gigi.
Ada beberapa pasta gigi atau yang sering disebut odol yang lebih efektif menyingkirkan segala bakteri yang ada di mulut.Akan tetapi pasta gigi ini agak sedikit beda,aroma dan rasa pasta gigi ini lebih aneh dari pada pasta gigi yang biasa di jual dipasaran.Namun pasta gigi ini dipercaya lebih efektif membunuh kuman-kuman dan menyingkirkan plak-plak akibat sisa makanan.

Berikut 4 rasa pasta gigi yang terbilang aneh tapi efektif jika digunakan :
Kayu manis (cinnamon)
Rempah kayu manis ini biasanya melekat dengan roti manis dan orang akan berpikir tidak mungkin digunakan untuk pasta gigi. Tapi sebuah penelitian menunjukkan kayu manis memiliki sifat yang efektif dalam memerangi radang dan bakteri yang merupakan dua musuh terbesar mulut.
Delima (pomegranate)
Buah delima diketahui sebagai salah satu buah super yang sangat baik untuk kesehatan. Ternyata delima tidak hanya memiliki antioksidan yang kuat tapi juga berpotensi sebagai antimikroba. Hal ini berarti delima bisa melumpuhkan bakteri yang menyebabkan radang gusi.
Cokelat
Penelitian dari Tulane University tahun 2007 menunjukkan cokelat tidak selalu memberi dampak buruk bagi gigi. Studi ini menemukan bahwa ekstrak alami dalam bentuk bubuk kakao bisa memperkuat enamel dan bekerja secara efektif sebagai alternatif untuk flouride, yaitu zat yang berguna untuk mencegah dan melindungi gigi dari pengeroposan.
Tea tree oil
Minyak esensial ini telah digunakan untuk antiseptik dan memiliki sifat alami sebagai anti inflamasi (anti peradangan). Dalam penelitian beberapa tahun terakhir juga diketahui bahwa tea tree oil ini bisa menghilangkan bakteri dan peradangan di mulut.

Perbedaan EYD dengan ejaan sebelumnya

Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
  • 'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
  • 'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
  • 'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
  • 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
  • 'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
  • 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
  • awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.

Ejaan yang digunakan di Indonesia

1. Ejaan Van Ophuijsen

Ejaan Van Ophuijsen adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk bahasa Indonesia.
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
  • huruf 'j' untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
  • huruf 'oe' untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
  • tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma'moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.
Kebanyakan catatan tertulis bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang dikenal sebagai tulisan Jawi.
SEJARAH SINGKAT.
Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang pertama kali oleh Prof. Charles van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van Ophuijsen ditulis dalam sebuah buku. Dalam kitab itu dimuat sistem ejaan Latin untuk bahasa Melayu di Indonesia.
Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia.
Ejaan ini akhirnya digantikan oleh Ejaan Republik pada 17 Maret 1947.

2. Ejaan Soewandi ( ejaan republik ) 
Ejaan Republik (edjaan repoeblik) adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu.
Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
  • huruf 'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroeguru.
  • bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (') ditulis dengan 'k', seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
  • kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
  • awalan 'di-' dan kata depan 'di' kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan 'di' pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan 'di-' pada dibeli, dimakan.
Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.

3. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. 
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah" 



Kapan Bahasa Melayu Sebagai bahasa negara

Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia.